Your IP

Sign by Nufail - Year 2009

Ayo Cari

Anak Kita Bukan Anak Kita


Gambaran itu terasa begitu timpang. Dua hari lalu, saya menyaksikan acara Talk Show Kick Andy, yang menghandirkan para tamu yang masih pada golongan usia anak anak, tapi sudah harus diperas tenaganya menjadi bagian dari sebuah makna kapasitas produksi dari sebuah industri. Dari industri pertambangan, perkebunan, industri pengolahan, sampai bahkan eksploitasi anak anak pada kehidupan malam! Astaghfirullah.. Gambaran timpang itu saya rasakan ketika tadi malam kebetulan saya menyaksikan sebuah pertunjukan budaya yang semua diisi oleh anak anak. Pertunjukan budaya oleh sanggar Sarotama Surakarta di pasar seni Ngarsopuran, yang menampilkan pertunjukan wayang kulit dan para penabuh seperangkat gamelan yang semuanya dilakukan oleh anak anak. Semua anak itu terlihat gembira, mereka begitu lepas, walaupun mendalang dan menabuh gamelan tentunya harus tunduk pada kaidah kaidahnya, tapi mereka terlihat begitu riang gembira. Beberapa kali sang dalang cilik juga tampak seperti keliru memainkan wayang atau mengucap kata kata, atau mungkin disengaja? Tapi atas hal itu semua tertawa, semua senang, orang tua mereka dengan bangga duduk di antara penonton.
Rona wajah itu tampak begitu berbeda bumi langit. Wajah ringan ceria yang diperlihatkan anak-anak sanggar seni itu, dengan wajah-wajah murung keras para tamu yang diwawancara bung Andy. Walaupun usia mereka rata-rata sama, sekitar sepuluhan sampai lima belas tahun, tapi tamu acara Kick Andy itu terlihat jauh lebih tua dari usianya. Kalimat yang keluar dari mulut mereka terasa bukan keluar dari pikiran seorang anak, seperti sebuah keluh kesah seseorang dewasa yang telah mengalami berbagai kehidupan keras! Dimana keadilan? Mengapa mereka dilahirkan dari keluarga dan lingkungan yang memaksa mereka harus memilih –atau orang tua dan lingkungan mereka hanya memberi pilihan itu- untuk menjalani kehidupan mereka itu? Ada seorang usia duabelas tahun setiap hari harus menghirup uap lem sepatu yang sangat berbahaya bagi pernafasan, ada anak usia empatbelas tahun harus bangun tengah malam sampai dini hari setiap harinya untuk menyadap karet, ada anak sebelas tahun yang setiap hari harus hidup tanpa istirahat di rumah kayu penagkap ikan lepas pantai, selama berbulan-bulan demi sebuah duaratus ribu sebulan. Dan ada juga seorang perempuan empat belas tahun yang harus melacur demi menghidupi adik-adiknya. Dan yang ditampilkan di acara bung Andy itu baru hanya contoh, dikabarkan ada ribuan anak seperti mereka. Dari yang terlihat oleh mata kita setiap hari di jalanan di setiap perempatan sampai anak-anak yang terselip dari mata dan telinga kita, di keriuhan jaman. Salut buat bung Andy yang telah membawa mereka yang terselip itu ke hadapan kita. Sehingga membuka mata kita, bahwa masih banyak yang harus kita semua kerjakan, baik sebagai orangtua bagi anak-anak kita sendiri ataupun tanggung jawab secara kolektif atas fakta ini. Tapi begitulah! Sang Pencipta membekali manusia otak untuk berpikir. Sehingga ketika dewasa seharusnya bisa mengemban tanggungjawab. Yang salah satu diantaranya adalah tanggungjawab untuk menjamin hak-hak manusia yang belum dewasa usia, anak-anak kita. Dalam acara Kick Andy itu, kak Seto, salah satu yang hadir diantara pemirsa di studio berpesan. Untuk mengingatkan kita semua para orang tua akan hak anak. Bahwa setiap anak memiliki hak untuk hidup, kedua bahwa setiap anak berhak untuk tercukupi kebutuhannya oleh orang dewasa, termasuk hak untuk belajar, bermain, selalu merasa gembira, memberi perlindungan. Ketiga adalah setiap anak memiliki hak untuk terbebas dari perlakuan tindak kekerasan. Dan yang keempat, setiap anak berhak untuk berpartisipasi dalam kehidupan, dijamin haknya untuk didengar pendapatnya sebagai seorang individu, termasuk dihargai haknya untuk diberi pilihan. Sebuah paradigma yang belum semua orang tua paham. Masih banyak orang tua yang mengangap mereka memiliki anak-anak mereka. Bahkan beberapa diantara mereka menganggap anak-anak bisa menjadi bagian dari alat produksi untuk sebuah obsesi bagi orang tua mereka. Puluhan tahun lalu, Khalil Gibran pernah menulis prosa, yang mengatakan bahwa .. anak-anak kita, bukanlah anak-anak kita..! Butuh sebuah kemauan untuk memahami makna ini sehingga kita bisa secara rela untuk hanya sekedar memfasilitasi dan membuat koridor bagi sang anak untuk membangun dunia mereka sendiri. Di akhir acara Kick Andy, sebuah back-sound lagu Iwan Fals diperdengarkan.. ‘anak sekecil itu berkelahi dengan waktu’… sangat berbeda dengan apa yang saya rasakan tadi malam.. sekelompok anak dengan tawa lebar ber-uro-uro.. waktu benar-benar menjadi milik mereka.. Pitoyo Amrih

0 komentar: